Rabu, 20 Februari 2013

Cara Penggemukan Sapi dan Tokoh SUKSES Usaha tersebut !!!



TUGAS KEWIRAUSAHAAN
Nama : Ayu Kumalasari
Kelas : XII IPA 1
CARA USAHA  PENGGEMUKAN SAPI
Analisis usaha merupakan sebuah cara untuk mengetahui tingkat kelayakan suatu jenis usaha yang akan kita lakukan, menilai kelangsungan usaha, stabilitas, profitabilitas dari suatu usaha, sub usaha atapun proyek. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa tinggikah tingkat keuntungan yang dihasilkan dan berapa lamakah waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan biaya investasi maupun titik impasnya. Dengan mengetahui hal tersebut diatas, berbagai macam tindakan antisipasi dalam rangka untuk memperbaiki dan meningkatkan keuntungan juga dapat dilakukan apabila Anda melakukan tindakan analisa usaha ini. Proses analisa usaha dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa metode atau cara, nah seperti pada pembahasan artikel sebelumnya mengenai Metode Analisis Usaha, maka pada kesempatan ini saya akan mencoba belajar membuat sebuah analisis usaha penggemukansapibali.

KONSEPUSAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
Konsep Usaha dalam Penggemukan sapi bali ini dilakukan dalam skup kelompok, dimana pengelolaan kegiatan usaha dilakukan oleh kelompok itu sendiri dengan diawasi dan di manage oleh pengurus kelompok, mulai dari pemberian pakan, pemeliharaan dan pengolahan limbah ternak.
Pola pembagian hasil dalam penggemukan sapi bali ini yakni dengan pola 70% : 30% dimana dari Keuntungan bersih 70% adalah Hak Petani sebagai pengelola dan 30% akan menjadi hak kelompok sebagai pemilik modal.
 
ASUMSI-ASUMSI USAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
Asumsi-Asumsi dalam Usaha Penggemukan Sapi Bali Adalah :
1. Lahan yang digunakan merupakan tanah pekarangan yang belum dimanfaatkan dan tidak diperhitungkan untuk sewa lahannya.
2. Sapi bakalan yang dipelihara sebanyak 10 Ekor jenis Pejantan Sapi Bali dengan harga awal Rp. 5.000.000/ekor dan berat badan lebih dari 300 kg/ekor.
3. Sapi dipelihara selama 6 bulan atau 180 Hari dengan penambahan berat badan sekitar 0,8 kg/ekor/hari.
4. Biaya Pembangunan Kandang Sebesar Rp. 10.000.000,-
5. Penyusustan kandang 20% Per tahun dengan demikian penyusutan untuk satu periode 10% dengan taksiran usia ekonomis 5 tahun
6. Sapi membutuhkan Vitamin dan obat-obatan sebesar Rp. 5.000/ekor/bulan
7. Peralatan kandang dibutuhkan sebesar Rp 500.000/tahun, dengan demikian untuk satu periode Rp. 250.000
8. Kotoran yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 20.917 kg kering dengan harga Rp. 1.000/kg
9. Bio Urine yang dihasilkan selama 1 periode sebanyak 27.000 Liter dengan harga Rp. 1.000/Liter
10. Pakan yang diperlukan untuk satu periode : HMT 40 kg x 30 x 180 x Rp.250 dan Konsentrat 3 kg x 30 x 180 x Rp. 4.000

ASPEK TEKSIS USAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
Dari Asumsi-asumsi diatas maka dapat kita tuangkan kedalam aspek teknis dalam usaha penggemukan sapi bali dalam kurun waktu 1 periode penggemukan, yakni 6 bulan atau 180 hari sebagai dasar analisis usaha penggemukan sapi bali.
ASPEK TEKNIS
USAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
( DALAM 1 PERIODE PENGGEMUKAN )
NO
KETERANGAN
JUMLAH
SATUAN
1
Pengadaan Sapi Bakalan :



A. Populasi Awal Penggemukan
10
Ekor

B. Harga Sapi Bali Bakalan
5.000.000
Rp/Ekor

C. Taksiran Bobot Awal Bakalan
300
Kg/Ekor
2
Periode Penggemukan :



A. Jumlah Bulan Penggemukan
6
Bulan

B. Jumlah Hari Penggemukan
180
Hari
3
Produksi Sapi Penggemukan :



A. Penambahan Bobot Ternak
0,8
Kg/Ekor/Hari

B. Bobot Tercapai dalam 1 periode
144
kg/Ekor

D. Bobot Akhir Ternak
444
Kg/Ekor

E. Harga Jual Sapi Penggemukan
20.000
Rp/Kg/ST
4
Pakan :



A. HMT (10% X Bobot Sapi)
40
Kg/Ekor/Hari

B. Konsentrat (1% X Bobot Sapi)
3
Kg/Ekor/Hari

C. Harga HMT
250
Rp/Kg

D. Harga Konsentrat
4.000
Rp/Kg
5
Obat-Obatan & Vitamin :



A. Biaya Obat-obatan dan Vitamin
5.000
Rp/ST/Bln
6
Biaya Lain-Lain :



A. Kebutuhan Listrik
1
Kwh/Hari

B. Biaya Listrik
1.000
Rp/Kwh

C. Kebutuhan Air
15
M3/Bln

D. Biaya Air
2.500
Rp/M3
7
Biaya Tenaga Kerja
30.000
Rp/HOK
8
Peralatan Kandang
500.000
Rp/Th

Penyusutan Peralatan (50%)
250.000
Rp/Periode
9
Produksi Pupuk :



A. Kotoran Basah (60% Tercerna)
16
Kg/Ekor/Hari

B. Produksi Kompos (Kadar Air = 24,21%)
5
Kg/Ekor/Hari

C. Harga Pupuk Kompos
1.000
Rp/Kg

E. Produksi Bio Urine Sapi
5
Liter/Ekor/Hari

F. Harga Bio Urine Sapi
1.000
Rp/Liter


ANALISIS KEUANGAN USAHA PENGGEMUKAN SAPI BALI
Dari Aspek teknis diatas maka dapat kami gambarkan aspek analisis keuangan dari penggemukan sapi bali dalam Periode I (6 Bulan) adalah sebagai berikut :
ANALISIS PENGGEMUKAN SAPI BALI
( Dalam 2 Periode)
NO
URAIAN
JML
SAT
HARGA (Rp)
JML. BIAYA (Rp)
A. BIAYA-BIAYA
1.
BIAYA INVESTASI

1. Bangunan Kandang (Kapasitas 10)
1
Unit
10.000.000
10.000.000

2. Bangunan Gudang Pakan
1
Unit
0
0

3. Peralatan Kandang
1
Paket
500.000
500.000

TOTAL BIAYA INVESTASI
10.500.000
2.
BIAYA VARIABEL

1. Pembelian Bibit Bakalan Sapi Bali
10
Ekor
5.000.000
50.000.000

2. Hijauan Makanan Ternak (HMT)
72.000
Kg
250
18.000.000

3. Konsentrat
5.400
Kg
4.000
21.600.000

5. Vitamin dan Obat-obatan
6
Bulan
300.000
1.800.000

6. Biaya Listrik
180
Kwh
1.000
180.000

7. Biaya Air
90
M3
2.500
225.000

TOTAL BIAYA VARIABEL
91.805.000
3.
BIAYA TETAP

Ongkos Tenaga kerja
24
HOK
30.000
720.000

Penyusutan Kandang 10%
10
%
10.000.000
1.000.000

Penyusutan Gudang Pakan 10%
10
%
0
0

Penyusutan Peralatan Kandang 50%
50
%
500.000
250.000

TOTAL BIAYA TETAP
1.970.000
TOTAL BIAYA-BIAYA ( B. VARIABEL+B. INVESTASI+B.TETAP)
104.275.000
B. PENERIMAAN





1. Penjualan Sapi (Target 400 Kg/Ekor)
4.440
Kg
20.000
88.800.000

2. Penjualan Pupuk Kompos
9.000
Kg
1.000
9.000.000

3. Penjualan Bio Urine
9.000
Liter
1.000
9.000.000
C. TOTAL PENERIMAAN
106.800.000
D. KEUNTUNGAN
2.525.000
E. B/C RASIO
1,024214817
 Keterangan :
Pada Periode Pertama Dengan Keuntungan yang sangat sedikit, mengingat adanya pembangunan aset kelompok yang cukup besar yakni pembangunan kandang koloni, namun untuk mengetahui cash flow analisi pada tahun selanjutnya dapat dilihat pada tabel cash flow dibawah

ANALISIS CASHFLOW PENGGEMUKAN SAPI BALI 
Analisis Cashflow merupakan gambaran sebuah investasi yang berjalan selama periode penggemukan berlangsung.
No
URAIAN
Tahun Ke
I
II
Periode I
Periode II
Periode I
Periode II
I
PENDAPATAN




1
Penjualan Sapi Potong
88.800.000
88.800.000
88.800.000
88.800.000
2
Penjualan Pupuk Kompos
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000
4
Penjualan BIO-Urine
9.000.000
9.000.000
9.000.000
9.000.000

TOTAL PENDAPATAN
106.800.000
106.800.000
106.800.000
106.800.000
II
PENGELUARAN




A
BIAYA INVESTASI




1
Bangunan Kandang Koloni
10.000.000
0
0
0
2
Bangunan Gudang Pakan
0
0
0
0
3
Peralatan Kandangan
500.000
0
0
0
B
BIAYA TETAP




1
Pembelian Bibit Bakalan
50.000.000
50.000.000
50.000.000
50.000.000
2
Ongkos Tenaga kerja
720.000
720.000
720.000
720.000
3
Penyusutan Kandang (10%)
0
1.000.000
1.000.000
1.000.000
4
Penyusutan Peralatan (50%)
250.000
250.000
250.000
250.000
C
BIAYA VARIABEL




1
Biaya HMT
18.000.000
18.000.000
18.000.000
18.000.000
2
Konsentrat
21.600.000
21.600.000
21.600.000
21.600.000
4
Vitamin dan Obat-obatan
1.800.000
1.800.000
1.800.000
1.800.000
5
Biaya Listrik
180.000
180.000
180.000
180.000
6
Biaya Air
225.000
225.000
225.000
225.000

TOTAL PENGELUARAN
103.275.000
93.775.000
93.775.000
93.775.000
III
BENEFIT PER PERIODE
3.525.000
13.025.000
13.025.000
13.025.000
IV
BENEFIT PER TAHUN
16.550.000
26.050.000
V
ANALISIS-ANALISIS
1
DF = (P/F,12%,5)
0,8928
0,7971
2
Nilai Sekarang (PV)
14.775.840
20.764.455
3
(B/C) Ratio
1,08
1,14
4
NPV
85.422.277
Keterangan :
Mengingat Keterbatasan halaman maka kami bisa tampilkan Analisis Cashflow hanya pada periode yang ke IV pada tahun ke II, sedangkan pada tahun ke berikutnya hasilnya akan sama dengan tahun ke II, dan pada tahun ke IV maka kelompok sudah bisa melakukan pengembangan usaha berupa pembangunan kembali kandang koloni.

TOKOH SUKSES dalam Usaha Penggemukan Sapi

Lengking suara puluhan sapi terdengar dari kandang. Lalu, dengan sigap lelaki setengah baya, memberi pakan ke sapi-sapi itu. Di Desa Astomulyo kecamatan Punggur, Lampung Tengah, kondisi semacam ini lazim ditemui. Desa yang makmur berkat usaha masyarakatnya dalam penggemukan sapi. Dan dibalik itu semua, Sujarno adalah pelopor penggemukan sapi itu.

Saat itu, Sujarno menuju kandang sapi di belakang rumahnya, lalu dengan sigap memberikan pakan rumput ke peliharaannya itu. Ia serius dalam bekerja. Sebanyak 30 ekor sapi Peranakan Ongol (PO) atau lebih dikenal dengan sapi biasa, berukuran besar dan berwarna putih, mengisi kedua kandang. Sapi-sapi itu pun langsung melumat makanan yang baru saja disediakan oleh ‘sang empunya’. Penggemukan sapi adalah usaha yang telah berhasil dilakukan Sujarno.

Di ruang kerjanya yang berukuran 6 x 8 meter, terpampang jelas foto Sujarno sedang memeluk sebuah piala besar. “Ya, foto juara 1 tingkat nasional Lomba Kelompok Ternak Koperasi Unit Desa (KUD) Departemen Pertanian Jendral Peternakan 1995. Itu saya mewakili Lampung, ikut Pekan Nasional (Penas) bidang peternakan di Nusa Tenggara Barat. Tadinya saya kaget juga, tiba-tiba orang Dinas peternakan mengutus saya untuk ikutan Penas, allhamdulillah malah dapet juara,” kenangnya bangga. “Pengalaman berharga bagi saya, yaitu dua kali bertemu dan bersalaman dengan Pak Soeharto (mantan Presiden RI), pada acara Penas,” lanjut Sujarno.
***
Sujarno kecil adalah seorang anak desa yang lahir 20 April 1946 di Blitar, Jawa Timur. Ia merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Kelimanya laki-laki semua. “Seperti Pandawa ya,” ucap Sujarno sambil tertawa ketika menceritakan keluarganya. Ayahnya, Sardi adalah seorang pandai besi biasa yang berpenghasilan pas-pasan. Melihat orang tuanya memiliki ekonomi lemah, Sujarno mau tak mau harus berhemat. Segala pengeluaran harus diperhitungkan secara cermat dan detail. Ini yang membuat Sujarno selalu perhitungan dalam segala hal.

Ketika tahun 1955 ayahnya, Sardi mengikuti transmigrasi ke Lampung, tak ayal lagi semua anak dan isteri pun dibawanya serta. Ya, Astomulyo, Kecamatan Punggur tempat yang dituju. Perlahan-lahan Sujarno tumbuh menjadi pemuda desa. Ia lalu bekerja menjadi petani membantu sang ayah yang sudah berganti profesi menjadi petani. Dan pekerjaan inilah yang membuat hidupnya semakin keras. Panas, hujan, tiap hari ia terima, sehingga tubuhnya semakin hitam.

Ia sadar pekerjaan sebagai petani tak dapat membuatnya bisa berkembang. Namun ia tetap senang menjalani profesi ini meski tawaran untuk pekerjaan lainnya juga kerap datang padanya. Pernah suatu hari, ia ditawari pamannya untuk masuk militer. Menurut sang paman, di militer lebih menjanjikan masa depan yang cerah akan tetapi Sujarno menolak tawaran sang paman. Alasannya Sujarno tidak suka bekerja bila ada semacam ikatan dinasnya. Selain masuk militer, ia juga pernah ditawari kawannya untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS), tetapi ia juga menolak tawaran itu. “Mungkin kalau dulu saya jadi masuk PNS, sekarang golongan saya sudah tinggi ya,” ujar Sujarno sedikit bergurau.

Sujarno kemudian berterus-terang kalau dia lebih suka berwiraswasta dari pada kerja dengan orang lain. Dengan wiraswasta menurut Sujarno segala sesuatunya lebih bebas, sukes atau tidak, ya tergantung diri sendiri yang menjalaninya. “Lagi pula saya orangnya nggak suka diperintah sama orang lain, dan terikat. Saya ingin bebas tanpa ada orang mengatur-ngatur saya,” lanjut Sujarno mengenai pilihan hidupnya ini.

Awalnya Sujarno mencoba berwiraswasta beternak ayam petelur. Namun usaha ayam ini pun ternyata tidak berlangsung lama karena ayamnya terserang virus kemudian mati. Lalu ia mencoba beternak bebek. Usaha ternak ini pun sama saja, tidak berjalan lama. Karena ia kasihan sama anaknya yang mengangon (mengembala) bebek di sawah, berangkat pagi pulang magrib. Maka ia putuskan untuk tidak beternak bebak lagi. “saya nggak tega,” ucapnya beralasan.

Setelah itu Sujarno lalu beternak kelinci dan berhasil, namun usaha ini terbentur masalah memasarankannya. Alhasil, banyak kelinci peliharaannya yang tidak terjual. Ia tak mengenal putus asa, terus mencoba untuk beternak sebagai sampingannya bertani. Kali ini Sujarno mencoba untuk berternak kambing. Usaha ini juga berhasil, kambing-kambingnya jadi semakin banyak. Namun ia merasa kerepotan untuk memeliharanya, maka satu persatu kambingnya akhrinya ia jual. Uang hasil penjualan dari kambing inilah yang ia belikan satu ekor sapi.

Dengan tekun ia rawat sapi itu hingga besar lalu kemudian dijualnya. Uang hasil penjualan sapi lalu ia belikan sapi kembali sebanyak dua ekor. Dari dua ekor menjadi empat, dan akhirnya menjadi ratusan ekor sapi. “Sapi itu uangnya besar, memeliharanya gampang, terus dijualnya juga cepat,” ujar Sujarno mengomentari usaha ternaknya itu.
***
Sujarno memiliki rasa ingin tahu yang tinggi tentang peternakan. Ia selalu saja bertanya kepada orang yang berpengalaman seperti dokter hewan, peternak, orang Dinas ataupun masyarakat biasa tentang masalah ini. Hingga jangan heran kalau ia pun cukup dikenal dikalangan orang yang bergulat dengan hewan ternak ini. “Wah dik semua orang Dinas peternakan di Bandarlampung saya kenal, dari kepala dinasnya sampai stafnya saya kenal, ya itu dari sering ngobrol sama mereka, sering bertukar informasi,” jelasnya.

Dari obrolan itu Sujarno pun mengaplikasikan ke sapi. Ia langsung menggemukan sapi-sapinya untuk tujuan sapi potong secara intensif. Yakni dengan cara, sapi yang digemukan selalu dikandangkan dan diberi pakan yang bergizi tinggi. Untuk pakan, Sujarno meracik sendiri pakan sapinya itu. Ia mengambil dari limbah pertanian yakni hijauan, rumput gajah, kulit nanas, onggok, dan konsentrat. Kesemua pakan tersebut dicampur jadi satu, lalu diaduk supaya rata. Setelah rata baru diberikan pada sapi. Sujarno sendiri menyebut campuran pakan ini dengan nama formulasi pakan. Pakan ini berbentuk tepung. Dan pemberian pakannya dengan frekuensi 3 –5 kali/hari. Ternyata berhasil, dalam jangka penggemukan kurang lebih tiga bulan, sapi-sapinya menjadi cepat gemuk, dan laku dipasaran.

Sujarno sadar informasi ini harus dibagi-bagikan ke masyarakat. Karena ia melihat ini merupakan peluang bisnis yang menjanjikan. Lalu ia membagi-bagikan ilmu dan informasi ini kepada masyarakat sekitar tempat tinggalnya. Satu persatu mayarakat tertarik dan mengikuti jejak langkahnya untuk menggemukan sapi. Hingga akhirnya ia berinisiatif untuk membentuk wadah kelompok tani ternak sapi potong. Yang kemudian gagasan itu ia paparkan kepada rekan dan tetangganya. Ternyata mereka pun mendukung ide Sujarno itu.

Alhasil 23 Februari 1991, sebanyak 27 orang bergabung menjadi anggota kelompok tani ternak. Dan Sujarno dikukuhkan sebagai ketua kelompok tani ternak. Ia lalu menamai kelompoknya dengan nama kelompok tani ternak sapi potong Brahman. Setiap sebulan sekali para anggota kelompok berkumpul di rumah Sujarno. Awalnya seluruh anggota bisa hadir, tapi lama kelamaan ada yang tidak hadir. “Lalu saya berinisiatif untuk menjemput mereka satu persatu ke rumahnya pakai sepeda.” Kini ada 150 orang yang tergabung dalam kelompoknya. Dan anggota kelompok Brahman telah memiliki populasi keseluruhan ternaknya sekitar 1200 ekor sapi.

Dalam memimpin angotanya, Sujarno punya prinsip, kita harus bisa menjadi contoh terlebih dahulu, baru nanti kita akan dicontoh oleh orang lain. Dan dimana kita lahir dan tinggal di suatu daerah, maka semampu kita untuk mengembangkan daerah tersebut untuk maju dan makmur,” tegasnya. Sujarno yang dulu seorang petani biasa hidup pas-pasan dan memiliki rumah sederhana, kini setelah beternak penggemukan sapi ia mampu membuat rumah yang bagus. Sujarno pun bisa membangun sebuah kantor kelompok tani. Dan juga sebuah ruang rapat kelompok berukuran 10 x 8 meter lengkap dengan kursi dan pengeras suaranya. Bahkan ia mampu mengkuliahkan anaknya sampai sarjana.

Selain itu nama Sujarno pun terkenal dikalangan mahasiswa dan dosen peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Banyak diantara mahasiswa yang mengadakan praktikum dan magang di tempat Sujarno. Ia ahli dibidang peternakan khususnya penggemukan sapi. Padahal ia bukanlah lulusan sarjana peternakan. Pendidikan terakhir yang dikecapnya hanyalah Sekolah Menengah Ekonomi Pertama (SMEP). “Itupun saya tidak lulus,” ucapnya mengenang. Ilmu peternakan ia dapati dari rajin bertanya kepada semua orang. “Saya itu orangnya selalu ingin tahu, makanya saya suka nanya kepada semua orang, karena ilmu itu kita harus terus mencari,” jelasnya.

Kini di usianya yang mulai tua dengan fisik yang mulai rapuh, Sujarno tak lagi mengurusi sapinya lagi. Untuk mengurus sapi, sudah dipegang salah satu anaknya, Yono. Namun, Sujarno masih secara aktif mengawasi usaha yang telah menopang hidupnya dan keluarganya selama ini, dengan dibantu istrinya Tuminem. “Kata anak saya, saya sudah tua nggak usah lagi ngurusin sapi, biar kita aja, bapak mendingan membina peternak saja,” ucap Sujarno menirukan perkataan anaknya.

Menurutnya untuk dapat bertahan sebagai pengusaha sapi seperti sekarang ini, harus benar-benar ketat dalam masalah keuangan. Baginya tidak ada prinsip menggunakan uang perusahaan untuk memenuhi kebutuhan pribadi. “Jangan makan jenang (dodol jawa) sebelum jenangnya jadi, artinya kita jangan makan uang perusahaan sebelum perusahan kita benar-benar jadi dan sukses. Ini yang harus dipegang oleh semua orang bila ia ingin sukses dalam mengelola usaha,” tandasnya.

Kini Sujarno masih menjabat sebagai ketua kelompok tani ternak, “Sebenarnya sudah berkeinginan untuk pensiun. Saya sudah tua, saya ingin digantikan dengan yang muda. Dan juga ingin menikmati masa tua, bergembira dengan ke sembilan cucu. Namun ternyata belum ada calon yang mampu menggantikan posisi tersebut. “Saya sedih, tapi saya akan berusaha untuk mencetak generasi yang muda untuk dapat menggantikan posisi saya,” ucapnya. Ayo siapa mau menggantikan?

Romadoni Yunanto
Dimuat ditabloid Teknokra edisi 205 September 2004




https://si0.twimg.com/profile_images/2284174758/v65oai7fxn47qv9nectx.png
 
                                                                                                                                          @IU_ayyu

1 komentar:

  1. Saya ada susu ternak,berfungsi untuk mempercepat pertumbuhan Dan berat badan hewan ternak.harga 8500 per KG.hub.085643531114

    BalasHapus